Tenderisasi Mekanik Otot-otot Sapi dalam Pementukan Sendi
Jurnal: Mechanical tenderisation of beef muscles for use in re-formed joints made with a cold-set binder (A.M. Lennon, S.S.Moon, P.Ward, T.Kenny)
Perbaikan produk daging sapi merupakan jalan keluar untuk pasar daging dengan kualitas rendah. Keempukan adalah faktor paling penting yang menentukan pandangan konsumen akan rasa suatu daging. Beberapa studi mengkaji tentang efektivitas pengempukan mekanis dari suatu daging. Pemotongan dengan pisau mengakibatkan kerusakan parsial dari jaringan pengikat dan putusnya serabut otot sehingga memudahkan dalam memotong, mengunyah, dan menelan. Dalam Robins et al., (2003) menyatakan steak daging akan lebih empuk dan juicy ketika ditambahkan phosphate dan larutan garam.
Studi ini merupakan bagian dari proyek yang didesain untuk meningkatkan nilai dari daging dengan mengempukkan dan memperbaiki. Pengempukan dilakukan dengan pisau dan metode jarum serta dengan penambahan pengikat pengatur dingin ActivaTM (Ajinomoto). Komposisi aktif dari Activa adalah enzim pengikat transglutaminase yang mengikat protein.
Dua daging dari bagian depan (M. pectoralis profundes dari dada, M. Suprapinatus dari antara leher dan bahu) dan dua daging dari bagian belakang (M. semimembranous dari daerah topside dan M. vastus lateralis dari bagian knuckle) di uji. Daging-daging tersebut didapat dari karkas Steer yang telah disembelih 4 hari lalu. Daging tersebut dibersihkan dari lemak dan jaringan penghubung. Besar dari tiap daging dikumpulkan bersama untuk menyediakan 25 potongan dengan ukuran 19 x 13 x 7,5 cm dan berat 2000 gram. Daging tersebut dibuat 5 kali untuk 4 perlakuan pemotongan menjadi steak. 4 perlakuan tersebut adalah: diempukkan tanpa control (CO), diempukkan dengan pemotongan (BT), diempukkan dengan jarum (NT), dan suntikan yang ditambah dengan getaran vakum (VP).
Perbaikan dan pengemasan dari daging yang diberi perlakuan: Activa TM TG-RM pada level 1% dari berat daging mentah dicampur dengan air 4% dari berat daging dengan adukan tangan sehingga terbentuk suspensi. Suspensi dicampur dengan potongan daging BT, NT, VP, dan CO hingga potongan daging tersebut terlapisi. Potongan tersebut kemudian dilapisi dengan polythene-lined. Daging yang terbentuk kemudian dicetak dan dipotong dengan ketebalan 25 mm.
Warna diukur dengan HenterLab Ultrascan XE spectrophotometer dengan skala warna CIE D65 illuminant dan 10?C pengobservasi pada permukaan potongan. Total bakteri pada 30?C diambil sebanyak 10 gram pada sampel bagian depan dan belakang. Susut masak diukur pada hari pertama dan kedua dari tiap sendi yang telah dimasak pada plastic polythene dalam water bath 72?. Shear force diukur pada steak ini setelah dimasak pada 2?C. Kualitas sensori diuji oleh 8 orang panelis terlatih dengan parameter keempukan, kunyahan, sisa jaringan penghubung, juiceness, dan semua parameter penerimaan.
Hubungan dari perbaikan sendi dan silverside sendi komersial pada susut masak, kualitas irisan, dan kualitas sensori. Perbaikan sendi yang telah dimasak pada suhu 82?C dibungkus dan dimasak bersama 1000 gram daging sapi yang dibeli dari supermarket. Tujuannya adalah untuk membandingkan produk (pada hari ke-5 penyembelihan) dengan selera konsumen. Susut masak diukur dengan jumlah air yang keluar. Sendi yang dimasak pada chiller dipotong di meat slicer, kualitas irisan diukur sebagai proporsi kerusakan potongan. Untuk menguji kualitas sensori menggunakan 8 panelis terlatih.
Semua data dianalisis menggunakan Genstat Release 3.2 varians analisis (ANOVA). Perbedaan analisis terkecil (P<0.05) digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan dalam perlakuan.
Nilai shear force dan hasil penilaian panelis menunjukkan mekanisme pengempukkan mempengaruhi status keempukan. Sampel CO memiliki nilai WBSF lebih besar dari yang lain, kecuali pada semimembranous yang memiliki nilai CO, NT, dan BT tidak berbeda. Menurut panelis, sampel CO paling a lot disbanding yang lain. Skor kunyahan dari panelis menunjukkkan bahwa semua sampel dari semua metode pengempukan bernilai lebih baik daripada kontrol. Nilai Residu Jaringan Penghubung (RCT) menunjukkan tren yang sama.
Juiceness bernilai lebih besar pada sampel VP untuk semua otot, hal ini sesuai dengan beberapa percobaan sebelumnya yang mengatakan dimana penyuntikan garam dan phosphate merupakan metode paling efektif. Untuk pengempukan bukan juiceness, perlakuan NP lebih efektif dibandingkan VP. Sampel NT dari kedua bagian depan memiliki nilai WBFS lebih rendah tapi tidak didukung oleh panelis. Semua skor penerimaan menghasilkan nilai rasa seperti tekstur dan juiceness pada perlakuan VP dan NT, dan perlakuan BT paling sedikit diterima.
Susut masak dari steak, VP lebih besar dari lainnya. Perlakuan BT dan NT memiliki susut masak yang lebih besar di P. profundus. Warna lebih terang pada NT dan VP dari bagian depan. Efek dilusi warna merah merupakan ukuran komersial jika dijual dalam bentuk steak dibandingkan dengan makanan jadi. Jumlah bakteri lebih besar pada perlakuan VP pada hari ke-7 dan ini menjadi batas bakteri terbesar bagi penjualan daging mentah.
Perbandingan dari daging panggang yang diperbaiki dengan daging yang dijual. Nilai shear force mengindikasikan bahwa potongan daging sapi VP lebih empuk dari daging silverside yang dijual.
Kesimpulannya, pengempukan dengan VP dan NP memiliki level yang sama, sedangkan BT paling rendah, sehingga dapat disimpulkan bahwa NT dan VP lebih efektif daripada BT berdasarkan 3 metode yang telah dilakuakan, yaitu percobaan keempukan, penilaian panelis, dan penghitungan mikroba.
Dyah Nurul Afiyah
(IPB-D14090013)
إرسال تعليق